Wednesday, June 7, 2017

Jan Horst Keppler tentang Adam Smith

Adam Smith
Do you know Adam Smith, the man, the myth, his work?” Keppler, dalam kalimat pembukanya menunjukkan bagaimana Adam Smith telah menjadi “momok” di dalam diskusi sosial ekonomi politik. Membicarakan Adam Smith berarti pula menatap jejak kelahiran teori ekonomi politik yang melandasi sistem ekonomi pasar yang kapitalistik hari ini. Adam Smith, bisa dikatakan adalah pemikir paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran ilmu ekonomi. Itulah sebab, beberapa dari kita mengenal Adam Smith justru melalui kritik Karl Marx terhadap ekonomi politik, das Kapital [1]. Melalui Adam Smith and the Economy of Passions, Jan Horst Keppler mengajak kita membaca pemikiran Adam Smith. Khususnya melalui karya Smith yang terkenal dan dianggap paling berpengaruh terhadap kemunculan ilmu perekonomian modern: The Theory of Moral Sentiments (1759) dan The Wealth of Nations (1776). Bagi Keppler, sudah terlalu banyak kajian mengenai Adam Smith yang dengan mudah melakukan penyederhanaan, sehingga pembaca dengan mudah pula menyimpulkan pemikiran Smith. Untuk menghindari simplifikasi tersebut, Keppler menganjurkan untuk lebih respect, membuka mata, telinga, dan mengurangi prasangka.

Mekanisme Simpati

Manusia, menurut Adam Smith, menghadapi dua proses paradoks yang berimplikasi pada perilaku mereka. Kedua proses tersebut tersebut adalah mekanisme simpati (sympathy mecanism) dan proses etika personal yang terstruktur dalam gagasan impartial spectator. Tulisan ini adalah semacam review yang bermaksud untuk membahas mekanisme simpati yang merupakan gagasan penting Smith dalam mengawali teori ekonomi politik.

Simpati dalam gagasan Adam Smith bukan merupakan tindakan altruisme yang mengarah pada kemurahan hati yang tanpa pamrih. Dengan demikian, dalam memahami mekanisme ini, perlu pembedaan antara gagasan simpati dalam artian positif dan normatif. Mekanisme simpati dalam pengertian normatif justru cenderung mengarah pada etika personal yang menghubungkan manusia dengan impartial spectator [2]. Mekanisme simpati menekankan simpati dalam pengertian positif, yaitu bentuk persepsi yang dihasilkan dari hubungan timbal balik antara manusia dengan masyarakatnya.  Dikatakan oleh Smith bahwa, “humanity does not desire to be great, but to be loved” (Smith, 1759). Namun, ini tentu saja tidak sesuai dengan kesimpulan yang seringkali kita dengar mengenai sifat individual masyarakat ekonomi modern? Lalu, bagaimana kapitalisme bisa didasari oleh rasa cinta?
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ini bukan altruisme! Gagasan simpati ini menempatkan manusia sebagai individu tidak lepas dari persepsi timbal balik yang diperoleh maupun diberikan pada masyarakatnya. Bisa dikatakan persepsi ini bersifat saling menyesuaikan melalui komunikasi kepekaan perasaan yang berkelanjutan. Seseorang akan menjadikan dirinya ‘pantas’ berada di dalam simpati masyarakatnya dengan membaca kepekaan dan reaksi emosional yang dipantulkan masyarakat terhadap dirinya. Setiap individu melakukan mekanisme yang sama sehingga tercapai harmonisasi persepsi. Mekanisme simpati adalah gagasan utama Smith mengenai proses kehidupan bermasyarakat. Pertanyaannya adalah apakah kemudian hasrat (passion) manusia dengan kesadarannya sebagai individu tereliminasi dalam mekanisme ini?

Tidak disebutkan secara eksplisit mengenai eliminasi passion manusia dalam mekanisme simpati. Namun, Smith menggunakan istilah mediocrity untuk memberikan penjelasan bagi passion di dalam mekanisme simpati. Asumsinya adalah bahwa didalam mekanisme simpati terjadi kondisi mediocrity. Passion bagi mediocrity diibaratkan goncangan yang mengakibatkan gelombang pada permukaan air. Sehingga, cara yang dilakukan untuk menjaga kondisi mediocrity ini adalah dengan menekan sebisa mungkin passion di dalam diri manusia untuk tidak menghancurkan mediocrity. Usaha menekan passion diri adalah usaha berkelanjutan yang dilakukan manusia untuk memproyeksikan diri menjadi yang diinginkan kelompok masyarakatnya, atau dengan kata lain, dicintai. Namun, sebelum memberi kesimpulan bahwa manusia dengan demikian memegang fungsi sosial bagi keseimbangan masyarakat, kita harus memahami gagasan paradoks lainnya dari Adam Smith di dalam mekanisme simpati yang menjadi pangkal bagi terbentuknya “ekonomi pasar”.

Alih-alih menegasikan passion manusia, Smith justru menegaskan hadirnya kepentingan pribadi (self-interest) berupa kesejahteraan. Kepentingan pribadi, dalam kerangka Smith, dibentuk oleh proses sosial dan menjadi sarana memperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat. Semakin seseorang memaksimalisasi kepentingannya, maka semakin tinggi pula cinta yang dia dapat, dan perlu diingat kembali, asumsinya adalah bahwa setiap individu dalam hal ini menggunakan mekanisme yang sama dalam kehidupannya. Singkatnya, mekanisme simpati adalah proses rasional yang paradoks, di mana manusia saling berbagi persepsi secara sosial dalam menentukan preferensi yang digunakan untuk mengejar kesejahteraan dirinya sendiri.

Kodefikasi: Menuju Ekonomi Pasar yang Seimbang?

Maksimalisasi kesejahteraan termanifestasikan dalam nilai yang tersemat pada objek tertentu. Preferensi seseorang terhadap suatu benda yang menampakkan diri mereka didapat dari persepsi yang diperoleh melalui mekanisme simpati. Dengan demikian, mekanisme simpati menentukan nilai-nilai objek yang diperlukan untuk maksimalisasi kesejahteraan pribadi. Proses ini dilakukan melalui pengulangan-pengulangan yang kemudian membangun kodefikasi-kodefikasi.

Kodefikasi, menurut Smith, menghubungkan tiga sistem yang memengaruhi perilaku ekonomi manusia.  Yang pertama adalah sistem sintatik, yaitu kodefikasi objek-objek melalui mekanisme simpati sehingga suatu benda memiliki nilai ekonomi (goods). Yang kedua adalah sistem semantik, yaitu reaksi emosional, misalnya apresiasi, terhadap objek-objek yang bernilai ekonomi tersebut. Yang ketiga adalah, tindakan sebagai wujud respon terhadap kedua sistem lainnya. Contoh konkrit dari tindakan ini misalnya: membeli benda, menjual, atau menginvestasikan sesuatu. Proses kodefikasi ini dapat dikatakan sebagai rantai penghubung pemikiran Smith; dari gagasan keinginan manusia untuk dicintai sekaligus manusia sebagai makhluk ekonomi pasar.

Dengan memahami kodefikasi Smith, kita tidak lagi perlu bertanya mengapa sebuah industri yang begitu besar beroperasi hanya untuk memproduksi sebuah resleting. Mengapa, industri mengeluarkan begitu banyak barang yang sama persis. Atau mengapa terjadi kerja umum dan kerja khusus. Itu adalah bentuk kodefikasi masif yang paling terlihat dari ekonomi pasar. Penyamaan kode untuk menghasilkan persepsi yang sama di dalam lingkungan perekonomian dianggap akan memudahkan masyarakat untuk tumbuh, bersama.

Kritik pengembangan terhadap moda produksi kapitalistik yang dituliskan Eugene Cooper (1984) [3] di dalam artikelnya, menjabarkan bagaimana pembagian kerja pada masyarakat kapitalis adalah pembagian kerja umum yang niscaya akan mematikan pekerja keterampilan khusus. Para pekerja khusus yang mampu membuat komoditasnya sendiri, akan “kalah” oleh industri yang pekerjanya hanya menyelesaikan tugasnya sesuai dengan sistem pembagian kerja. Namun, jika membaca apa yang ditulis Keppler tentang Smith, sesungguhnya, Smith membayangkan adanya keseimbangan, kesamaan persepsi di dalam mekanisme simpati. Asumsinya bahwa sistem tersebut akan mengeliminasi diferensiasi produk yang menghasilkan monopoli. Dapat kita sejenak menyimpulkan bahwa Adam Smith ternyata memikirkan adanya suatu persaingan pasar yang sempurna, di mana pembagian kerja terjadi dengan sempurna dan tidak ada monopoli. Meskipun di dalam The Wealth of Nations kita tidak akan menemukan matriks dari pasar sempurna dengan equilibrium dan optimalitas (Keppler, 2010, pp. 61-63).

Logika keinginan untuk dicintai, atau paling tidak, untuk tidak dibenci dengan cara maksimalisasi kepentingan pribadi sungguh paradoks, memasukan kedua gagasan tersebut ke dalam satu sistem terlihat seperti pemaksaan logika untuk mengaburkan keberpihakan pada individualisme. Jika benar pasar yang, justru, monopolistik saat ini adalah hasil dari menitik-beratkan mekanisme simpati pada kesejahteraan pribadi, akankan ini berarti ekonomi pasar akan berjalan seperti yang dicita-citakan jika kita menitik beratkan manusia pada kemampuannya untuk mengharmonikan persepsinya terhadap sesamanya?

[1] Marx, K. ([1867] 1979). Capital. Middlesex: Penguin Books.
[2] Lihat bab 3, Keppler, J. H. (2010)
[3] Cooper, E. (1984). Mode of Production and Anthropology of Work. Journal of Anthropological Research , 257-270.

19 Maret 2017
Tiaradewi :)

No comments: