Thursday, December 4, 2014

Years of The Hundred Year Old Man

Allan Emmanuel Karlsson tidak pernah menyangka hidupnya akan mencapai 100 tahun, kalaupun tidak, sepertinya ia tidak akan mempermasalahkan itu. Allan tidak pernah berlama-lama mempertimbangkan sesuatu, ketika semua orang di dekatnya telah mempersiapkan hari jadinya yang ke 100, ia sudah jauh lebih siap untuk keluar diam-diam lewat jendela. Selagi semua orang mencari ke mana kakek berusia seratus tahun pergi, Jonas Jonasson juga mengajak melintasi apa yang terjadi selama 100 tahun ke belakang.


“Revenge is like politics, one thing always leads to another until bad has become worse, and worse has become worst.” 

Seratus tahun waktu yang cukup panjang untuk menjelajahi gejolak apa saja yang menjadi perhatian dunia. Dipersilahkannya kakek berusia 100 tahun ini membeberkan kisah hidup dengan detail yang fantastis sekaligus imajinatif (dan masih berlangsung setelah 100 tahun!). Penulis paham betul bahwa sejarah tidak akan pernah tidak berpihak dan bahwa kebenaran tidak manunggal. Allan bukan tokoh utama dengan figur yang istimewa, dia hanya salah satu dari mereka yang selamat dari perang dunia. Allan juga tidak memiliki pemikiran politis yang idealis, pun ia bukan seorang spiritualis. Allan adalah pihak untuk Allan, dan satu-satunya kebenaran hakiki adalah pengalamannya sendiri. Allan adalah bentuk humor yang utuh tentang manusia dan segala ketakutan hidup diantara keberpihakan dan kebenaran tersebut. Bahwa hidup akan selalu bertanya apa yang telah kamu lakukan, bukan apa yang kamu pikirkan.

“Things are what they are, and whatever will be, will be.”

Buat saya, buku ini bukan sekedar humor permainan kata untuk merayakan seratus tahun kehidupan, buku ini mampu melucu sepanjang perang dunia, sejauh Himalaya, sedahsyat bom atom, sekeras Stalin, sesombong Amerika, sekejam Suharto, seluas Tiongkok.. after all Jonasson really deserve to be put in jain because of his sense of humor.

If you've ever asked yourself, "Should I ...", the answer is "Yes!". If not, how do you know that the answer is no? – Jonas Jonasson


Tiaradewi :)
Bekasi, 5 Desember 2014

Tuesday, November 4, 2014

Refleksi #2

Pada suatu perjalanan ke sebuah daerah pesisir, rekan saya, Ita membeli sebuah deodorant di salah satu mini market terbanyak di negeri ini. Deodorant yang, saya pikir, sama persis merk dan ukurannya dengan milik saya. Sesampainya kami di rumah tempat kami menginap,
"Nih, Ta. Sama banget kan?"
"Ih, punya lo kok kecil banget sih. Yang gue beli tadi gede, nggak ada yang kecil gitu."
Kemudian, saya TIDAK meminta Ita menunjukkan deodorant yang baru dibelinya untuk melihat seberapa perbandingan besar botol deodorant milik saya dengan miliknya.

Pikiran saya melesat pada pengalaman mata, hati dan telinga. Mereka berkata, mengingatkan: 
Tak perlulah buat perbandingan dalam perbedaan, Yay.


***
4 November 2014
Tiaradewi :)

Wednesday, October 1, 2014

Refleksi #1


Ada perang hebat yang terjadi antara saya dan diri saya. Perang hebat antara kepala dengan kaki. Antara lidah dengan tangan. Antara siang dan malam saya. Antara mimpi dan kenyataan. Perang yang sepi, seperti perang dingin. Sampai akhirnya terjadi gencatan senjata. Saya menangis sejadi-jadinya. Marah sebesar-besarnya. Menyesal sedalam-dalamnya.

Lalu dalam gencatan senjata, saya mencoba mengingat-ingat. Apa yang terjadi dengan bagian-bagian dari diri saya ini? Saya terlalu overthinking.

***

Telpon berdering ‘kriiing’! Terdengar suara, “Halo, Tiara? Mamah ada?” jawab suara diujung sana. “Ada, tunggu sebentar ya tante!” Saya menjawab dengan dengan penuh semangat. Tiba-tiba kaki saya terasa mengecil, rumah saya terasa membesar. Ibu, yang sedang menjahit di meja ujung rumah, terlihat jauh. Saya berlari sekuat tenaga menuju ke sana, ‘chkiiiiitttt..!’. 
“Ibuuk, ada telpon dari Tante Lani!” Sambil berlaga seperti agen rahasia yang sedang berhati-hati, tidak lupa tangan bergaya seperti sedang memegang pistol. Ibu harus terselamatkan sampai tersambung ke Agen Lani. 
“Kamu tuh, Ya. Ngapain sih di dalem rumah lari-larian!?”

Karena, menjadi kecil adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, memperhatikan dengan baik setiap jaraknya, dan selalu berada di tempat yang lebih luas dari kelihatannya. Awas nabrak!

***

(09:00) Damn, udah panas! Besok saya harus bangun pagi, jam 6. Pasti seger banget deh, masih bisa peregangan ngerasain matahari terbit. Lari pagi. Beli nasi uduk.

(21:00) “Yayaaa, main Get Rich yuk!”

(23:00) Hoaaahm. Kalo baca buku pasti deh cepet ngantuk...

(02:00) Menutup seluruh badan dengan selimut ... harus cepet tidur kalo gak mau sakit lagi livernya, kan nanti bangun pagi. Katanya mau jadi morning person?

(02:30) Menyibak selimut. Hhhaaahh pengap!

(10:00) Damn!

***

Bersambung ...

2 Oktober 2014
Tiaradewi :)

Sunday, May 18, 2014

Lachen is Gezond

Tertawa itu sehat. Sehat itu priceless...
Akhir-akhir ini, saya sering sakit, saya sedang kangen sama banyak hal. Sampai-sampai saya bingung, kenapa banyak sekali ya? Setelah melalui berbagai kontemplasi di kamar mandi, saya jadi paham, ‘banyak hal’ yang saya kangenin itu punya benang merah yang menghubungkan satu sama lain... Tertawa! Iya, saya kangen ketawa “ha ha ha ha” gitu!

Bukan hanya bikin saya jadi sarjana, tapi tertawa membuat saya belajar banyak sekali hal. Karena itu, tertawa membuat saya kangen sama banyak hal.

Mungkin karena rasanya enak. Tertawa dengan dengan sungguh-sungguh karena suatu hal yang lucu itu bagaikan perpaduan ragawi, duniawi dan surgawi. Kemudian, mereka beri petanda fenomena itu dengan sebutan: humor.

Humor, dalam doktrin ilmu Faal Kuno, adalah cairan dalam tubuh manusia yang terdiri dari empat macam: cairan darah, lendir, cairan empedu kuning dan cair empedu hitam. Berabad-abad lamanya, nenek moyang kedokteran kita menganggap keempat cairan tersebut menentukan temperamen seseorang.

Kini, humor dikatakan sebagai sesuatu yang merangsang kita untuk tertawa. Humor itu lucu. Begitu saja singkatnya. Kalau harus berfilosofi apa itu lucu? Tidak akan singkat. Karena resep penciptaan dalam tawa akan berkaitan dengan banyak hal di dunia. Benar-benar tidak singkat! Humor atau lucu, tumbuh dari campuran cairan dan zat-zat dalam tubuh dalam menanggapi situasi di luar logika yang umum disepakati. Kadang berlebihan, kadang terbalik, kadang berbohong, kadang polos, kadang naïf dan macam-macam lagi teknik berlogikanya. Tidak ada benar dan salah menurutnya, asalkan tertawa jadi akibatnya.

Efeknya juga mencengangkan, nyatanya, tertawa bisa meredakan amarah, bahkan menjadikannya lebih parah. Tertawa bisa mengagalkan tangis, bisa juga sampai menangis. Tertawa akan memusuhi rasa benci, dan kadang menertawakannya sendiri.
 
“Sebuah humor melawan stigma ketika semua orang menutup mata” - Mood Altering
Pada sekat-sekat logika manusia yang angkuh, tawa mencoba melepas isolasi dengan cara dan efeknya yang unik. Membentuk lingkaran isolasi baru yang lebih besar dan dihuni lebih banyak orang. Seperti dikatakan Bergson, bahwa tawa adalah implikasi dari semacam rahasia bersama dengan para penertawa lain, nyata maupun imajiner. Itulah mengapa tertawa bersama akan mencairkan manusia pada kelompok kelompok budaya dan mananggalkan perbedaan sedikit demi sedikit.

Kalau tawa bisa melakukannya untuk sebuah kumpulan manusia. Saya percaya, tertawa akan memberi fungsi sama bagi organ-organ dalam tubuh seseorang. Karena tertawa begitu kenyal dan elastis. Saya cukup menelannya, membiarkannya memasuki diri saya, mengenali semua keburukan di dalamnya yang sempat tidak begitu akrab satu sama lain. Tertawa akan menggapai hal-hal yang tidak bisa dilawan, tertawa bisa mencium mimpi-mimpi dan fantasi yang tidak bisa diciptakan, tertawa akan mengajak kecemasan saya untuk tertawa!

Saya kangen ketawa. Saya kangen mengerti bagaimana tertawa, saya kangen mempersilahkan otak saya berpikir tentang kelucuan, kemudian menyalurkannya ke perut sampai sakit, membiarkan otot meregang, membuka mulut untuk mulai ikut tersenyum. Saat itu terjadi, cairan dan zat-zat dalam tubuh saling bercampur, dinamis menggerus racun-racun pembawa sakit, membuncah keluar lewat mulut yang bersuara “HAHAHA!”

Lachen is gezond, tertawa itu sehat. Begitu kutipan yang diletakkan (Alm) James Danandjaja di halaman awal Humor Mahasiswanya, saya sepakat untuknya. Dengan tertawa, berarti saya sudah mengijinkan sebagian ingatan dimuntahkan bersama racun-racun tubuh saya, karena akan ada memori baru yang membekas setelah tertawa lepas. Mereka sebut dengan, indikasi kebahagiaan.
  
 “People laugh and tell jokes, and if you can learn the humor of a people and really control it, you know that you are also in control of nearly everything else”- Hall (1959/1968:56)

Terimakasih buat semua yang pernah membuat saya tertawa bahagia, kalian tidak ternilai :*

Bekasi, 18 Mei 2014. 01.54 wib
Tiaradewi  :)

Monday, April 28, 2014

Pak Abot

Jum’at petang, ketika Jakarta baru saja diguyur hujan dan menyisakan anak-anak gerimis yang merintik di genangan-genangan terminal Blok M. Langit senja mulai menua dan gelap. Aku sudah di atas bis kota yang sebentar lagi sesak. Kupilih duduk dekat jendela, bangku paling depan. Bis berjalan lamban keluar dari terminal, satu per satu kaki-kaki becek memenuhi bis. Jejak gerimis dibawa oleh blus blus berkerah penumpang bis. Deretan bis kota mengantri keluar dari terminal, berwarna-warni, berbasah-basahan.

Jauh di belakang bis yang kutumpangi, dialah pak Abot. Pria usia limapuluhan, berbadan gemuk, sampai perutnya membuncit, badannya tidak bisa dibilang tinggi. Mungkin terlihat lebih pendek karena badannya yang gempal. Dari belakang, dia mencoba berlari kearah bis yang aku tumpangi. Aku pikir dia berlari, dia sedang berlari, dengan satu kakinya yang pincang. Wajahnya meringis menahan sakit di kakinya. Membawa kresek hitam, cukup besar, yang dipegangnya erat, erat sekali. Ujung celananya basah karena jalan becek. 

Tuesday, January 21, 2014

Tenang

Hari itu, mungkin tidak jauh ketika seorang laki-laki mengingat sembilan tahun yang lalu dan perjalanan di atas kereta di bangku tengah, menuju Jakarta. Kota oranye katanya. Aku tidak tahu menahu.

Di suatu malam gempita, waktu dan ceria membawa aku menjadi konyol. Laki-laki itu tertawa dengan kepala plontosnya, kepala yang di dalamnya menyimpan cerita sembilan tahun yang lalu dalam perjalanan di atas kereta di bangku tengah. Mendengar harmonica dan gadis yang berdansa sendirian, melambat dan tenang. Aku tidak tahu. Aku tidak tahu, kalau itu dia laki-laki yang dibicarakan orang-orang. Aku tidak perduli. Aku tidak mau tau.

Bagiku sudah lima tahun yang lalu, saja. Perjumpaan. Sejak hari itu, aku tidak tahu kalau aku menunggu.
....

Tuesday, January 14, 2014

In My Mind

And in my mind
I imagine so many things
Things that aren't really happening
And when they put me in the ground
I'll start pounding the lid
Saying I haven't finished yet
I still have a tattoo to get
That says I'm living in the moment
And it's funny how I imagined
That I could win this, win this fight
But maybe it isn't all that funny
That I've been fighting all my life
But maybe I have to think it's funny
If I wanna live before I die
And maybe it's funniest of all
To think I'll die before I actually see
That I am exactly the person that I want to be
Fuck yes
I am exactly the person that I want to be 

-Amanda Palmer-

Friday, January 3, 2014

The Orange Girl

Several days before he's gone, this father were tried to make a riddle. Despite, he won't be able to stand for longer to make a proper talk with his son, eleven years later they reconcilable by a remembrance of a story that they haven't been done together. The story named, The Orange Girl.
There are signs waiting to be interpreted in every senses. Mathematical and medical calculation considered as logical seek the truth from sequences of coincident.
The story across time in earth had been recorded by outer space. 
A story would to be it is, or you'd never been born.

The Orange Girl by Jostein Gaarder

Tiaradewi :)
2 Jan '14